Sunday, November 29, 2015

Metodologi Pembelajaran – Relevansi dengan Faktor PAI


 Relevansi Metode dengan Faktor Pendidikan Agama Islam
Download file asli 


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Relevansi merupakan hubungan, kaitan atau berguna secara langsung.[1] Relevansi pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam secara umum dapat diartikan sebagai kesesuaian atau keselarasan pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam. Pendidikan dipandang relevan jika hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut berguna dan fungsional bagi kehidupan.[2] Dalam dunia pendidikan, metode merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini dikarenakan sampai-tidaknya materi berdasarkan metode yang digunakan. Perlu diketahui bahwa metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.[3] Mudahnya, metode adalah cara melakukan sesuatu sesuai jalannya. Metode merupakan hak prerogatif seorang pendidik. Pendidik bebas menentukan metode apa yang sesuai dengan kelas. Dengan ini, pendidik bisa lebih leluasa dalam melakukan tugasnya. Jadi, relevansi metode dengan faktor pendidikan agama Islam yaitu hubungan metode pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam.

Dewasa ini pemerintah telah mengusahakan peningkatan mutu pada sistem pendidikan Indonesia dengan berbagai cara, mulai dari pembaharuan kurikulum hingga pelatihan-pelatihan bagi guru. Peningkatan mutu pendidikan sangatlah bergantung pada guru sebagai pelaku utama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang termasuk di dalamnya metode pengajaran. Dengan mengetahui hal yang berhubungan di dalamnya, guru dapat menentukan metode apa yang sesuai dengan kondisi yang ada. Karena mengetahui kondisi merupakan hal yang substansial. Bahkan hal ini telah disampaikan dalam suatu maqolah sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.

كَلِمُوا النَّاسَ بِقَدْرٍ عُقُولِهِمْ

“Bicaralah kepada manusia sesuai tingkat akal (keilmuan) mereka”

B.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, kami telah merumuskan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, antara lain:

1.       Bagaimanakah faktor-faktor pendidikan Islam itu?

2.       Bagaimanakah relevansi metode dengan faktor pendidikan agama Islam?




BAB II

PEMBAHASAN

A.      Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam.

Faktor merupakan hal yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya sesuatu.[4] Faktor pendidikan Islam adalah sesuatu yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan Islam yang memiliki beberapa bagian yang saling mendukung satu sama lainnya.[5] Adapun faktor-faktornya menurut Zuhraini, dkk. antara lain: 1) Anak didik, 2) Pendidik, 3) Tujuan pendidikan, 4) Alat-alat pendidikan, dan 5) Lingkungan.[6]

1.       Anak Didik

Anak didik merupakan individu yang mengalami perubahan dan perkembangan serta masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[7] Sementara menurut Abdul Mujib, istilah anak didik hanya dikususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak.[8] Dalam dunia tasawuf, anak didik merupakan orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu.[9] Sehingga anak didik adalah individu yang penuh dengan potensi sebagai penerus bangsa yang diciptakan untuk dididik dan dibimbing guna membentuk kepribadiannya, akhlaknya, pengetahuannya, agamanya, serta mengembangkan daya imajinasinya juga bakatnya agar lebih tertata sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dari pendidikan yang telah ditetapkan.

2.      Pendidik

Dalam undang-undang Republik Indonesia, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. (UU No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2)[10]  Selain itu, pendidik juga bertanggung jawab atas masa depan anak didik.

3.       Tujuan Pendidikan

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[11]

Pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.

4.       Alat-alat Pendidikan

Instrumen atau alat berarti barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu,[12] pendidikan berarti usaha sadar dari pendidik untuk memberikan bimbingan atau pertolongan kepada peserta didik agar bisa menjadi insan yang dewasa dalam segi mental.[13] Dalam praktek pendidikan, Instrumen pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan. Jadi instrumen pendidikan itu berupa usaha dan perbuatan yang secara konkrit dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil.

5.       Lingkungan

Lingkungan merupakan sesuatu yang mempengaruhi pada pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Adapun pengaruh lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif yang uraiannya sebagai berikut:[14]

a.       Pengaruh lingkungan dapat dikatakan positif, bila mana lingkungan itu dapat memberikan dorongan atau motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik.

b.      Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat dikatakan negatif bila mana keadaan sekitarnya anak itu tidak memberikan pengaruh baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik.

Berdasarkan teori ini, orang tua diharapkan protektif terhadap anak dalam menghadapi pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari lingkungannya. Apabila orang tua merasa kurang mampu menjaga anaknya, suatu keputusan yang tepat jika menyekolahkan anaknya di pondok pesantren.





B.      Relevansi Metode Pendidikan Agama Islam

Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Atau dalam kamus besar bahasa Indonesia bermakna cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[15] Dalam istilah pendidikan, metode memiliki arti suatu cara atau sistem yang digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan agar siswa dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu.[16] Sedangkan secara singkat, M. Athiyah al-Abrasy mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik.[17]

Metode pembelajaran dalam pendidikan agama Islam harus memiliki relevansi dengan berbagai aspek agar dapat dipandang sebagai metode yang relevan. Adapun aspek-aspek tersebut menurut Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah dalam Akramun Nisa antara lain: relevan dengan agama Islam, relevan dengan perkembangan zaman, relevan dengan lingkungan siswa dan relevan dengan tuntutan dunia kerja.[18] Selain itu, Zakiyah Drajat mengemukakan relevansi pendidikan agama Islam dengan berbagai unsur lainnya. Antara lain:[19]

1.       Relevansi Metode Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Tujuan

Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan merupakan hal yang harus dipahami terlebih dahulu oleh guru. Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[20]

Menurut Hamzah B. Uno, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Sementara itu, Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta didik setelah berlangsung pembelajaran.[21] Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam artian peserta didik belajar, yang secara umum mencakup pengetahuan baru, keterampilan dan kecakapan, serta sikap-sikap yang baru, yang diharapkan oleh guru dicapai oleh peserta didik sebagai hasil pembelajaran. Sedangkan menurut Zakiah Drajat tujuan dari pembelajaran adalah tercapainya perubahan pada siswa yang meliputi tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik.[22] Singkatnya, tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran menjadi lebih baik dari segala aspek; afektif, psikomotorik dan kognitifnya.

Terdapat tingkatan-tingkatan tujuan dalam Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.[23]

a.       Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh seluruh bangsa Indonesia dan merupakan rumusan dari kualifikasi terbentuknya sikap warga negara yang dicita-citakan bersama.[24] Adapun tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) sebagai berikut:[25]

1)      Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

2)      Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai - nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

3)      Dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang - Undang No. 20, Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dengan ditetapkannya undang-undang yang menentukan tujuan dari pendidikan, mencerminkan sentralisasi pendidikan sebagai usaha mempersatukan paradigma yang ada dalam masyarakat yang majemuk.

b.      Tujuan Institusional

Tujuan institusional merupakan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh lembaga pendidikan sebagai penerapan dari tujuan pendidikan nasional dan mengacu daripadanya.[26] Tujuan institusional ini sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri – sendiri. Adapun tujuan institusional dapat diketahui dalam visi dan misi yang telah ditentukan oleh lembaga tersebut.

c.       Tujuan Kurikuler

Tujuan kurikuler merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam tiap bidang studi atau mata pelajarannya.[27] Tujuan ini dijabarkan dalam RPP yang ditentukan oleh tiap guru yang mengacu dari tujuan nasional dan juga tujuan institusional.

d.      Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.[28] Tujuan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:[29]

1)      Tujuan Instruksional Umum     

Tujuan instruksional umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik.

2)      Tujuan Instruksional Khusus     

Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.

Kedua pembagian di atas saat ini dalam K13 telah disatukan dan dimasukkan dalam RPP sehingga tujuan instruksional saat ini bersifat khusus dan merupakan hak prerogatif dari guru dalam penentuannya.

2.       Relevansi Metode Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Bahan Pelajaran

Dalam proses pembelajaran, tentu ada materi yang disampaikan guru pada anak didik. Materi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai -nilai yang diharapkan dimiliki dan diamalkan oleh anak didik.[30] Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari.[31] Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:[32]

a.       Sesuai dengan topik yang dibahas

b.      Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.

c.       Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah dipahami.

d.      Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya.

e.      Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.[33]

a.       Prinsip relevansi (keterkaitan).

Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.

b.      Prinsip konsistensi.

Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengertian thoharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi materi tersebut.

c.       Prinsip kecukupan

Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Metode pembelajaran pendidikan agama Islam sudah seharusnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode yang digunakan tidak relevan dengan bahan yang akan diajarkan maka nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim dalam pembelajaran tidak akan tersampaikan secara maksimal. Salah sasaran dalam proses pembelajaran karena ketidak-relevanan metode dalam pembelajaran dengan bahan ajar merupakan hal yang fatal karena akan merubah presepsi anak didik terhadap tujuan dari pembelajaran sehingga pembelajaran dapat menjadi sangat tidak efektif.





3.       Relevansi Metode Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Siswa yang Belajar

Dalam proses pembelajaran, keberagaman dari siswa merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Perbedaan tersebut bisa berupa perilaku, tingkah laku, hingga kecerdasannya. Apabila perbedaan itu sudah diketahui dengan baik, guru tentu sanggup menyikapinya dan menentukan metode yang tepat sehingga dapat tercapai tujuan dari pembelajaran.[34] Dalam sistem pengajaran yang masih mengikuti sistem klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.[35] Akan tetapi, pelaksanaan metode yang memenuhi perbedaan individu tentunya masih merupakan persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karena masih belum optimalnya sistem pendidikian dan juga problematika kurangnya guru menjadikan metode ini suatu hal yang sulit. Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti  diskusi, tanya jawab, dan simulasi.

4.       Relevansi Metode Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Situasi Belajar

Situasi belajar yang mencakup hal yang umum dalam kelas, seperti guru, suasana kelas, alat bantu atau media, serta situasi lingkungan sekolah pun mencakup di dalamnya.[36] Guru harus sanggup mengendalikan situasi belajar sesuai kemampuan yang dimilikinya. Sebagai contoh, metode ceramah harus mempertimbangkan jangkauan suara guru. Dengan relevannya metode yang digunakan guru dengan situasi di tempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu juga sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik.[37] Jadi sangat penting untuk diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar. Tanpa metode yang sesuai dengan situasi belajar, tujuan dari pembelajaran yakni transfer pengetahuan dan pembentukan pribadi muslim tidak akan berjalan lancar.




BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Berdasarkan materi yang telah disampaikan, dapat diketahui bahwa metode harus sesuai dengan faktor-faktor pendidikan yang berupa anak didik, pendidik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan lingkungan atau situasi. Dengan relevannya metode pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan secara maksimal sehingga dapat mencapai tujuan utama pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa ternyata metode tidak selamanya sama. Akan tetapi harus sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi tersebut seperti yang telah dijelaskan berupa tujuan belajar, materi, siswa dan situasi belajar yang mana harus dipahami oleh guru secara gamblang agar tercapai tujuan utama pendidikan.




Daftar Pustaka

Baki, Nasir A. 2014. Metode Pembelajaran Agama Islam. Yogyakarta: Eja­_Publisher.

Drajat, Zakiah. 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasbullah. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ilahi, Afdhal. 2015. Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan  Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi. Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah.

Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.

Mujib, Abdul. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nisa, Akramun. 2015. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Makassar: Alauddin University Press.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Ramdoni, M. Dkk. 2013. Faktor-faktor dalam Pendidikan Islam. Mataram: Institut Agama Islam Negeri Mataram.

Sodikun. 2011. Perencanaan Tujuan Pembelajaran Agama Islam. Makassar: UIN Alauddin, makalah.

Soedjarwo. 1984. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Gelora Pratama.

As-Syaibani, Omar Muhammad at-Thaumi. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.

Uhbiyati, Nur, dkk. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I. Bandung: Pustaka Setia.

Zuhraini, dkk. 1981. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Malang: IAIN Sunan Ampel.



Sumber Internet

Haryanto. Tujuan Pendidikan Nasional, http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/ (diakses 20 November 2015).

Diyuth, Mardhiyah. Relevansi Faktor Terhadap Pendidikan Agama, http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html (diakses 20 November 2015).

Metode. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online. http:kbbi.web.id/ (diakses 10 Oktober 2015).








[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h. 1281.


[2] Akramun Nisa, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin University Press, 2015) h. 146.



[3] Nasir A. Baki, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Eja­_Publisher, 2014), h. 6.



[4] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., h. 405.


[5] M. Ramdoni, dkk, Faktor-faktor dalam Pendidikan Islam. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri Mataram, 2013) h. 2.


[6] Zuhraini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Malang: IAIN Sunan Ampel, 1981) h. 28.


[7] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hal. 33.


[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.


[9] Nur Uhbiyati dkk., Ilmu Pendidikan Islam I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 123.


[10] Haryanto, Tujuan Pendidikan Nasional, http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/ (diakses 20 November 2015)


[11] Ibid.

[12]  Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit., h. 36.

[13]  Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h.  1.

[14] Mardhiyah Diyuth, Relevansi Faktor Terhadap Pendidikan Agama, http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html (diakses 20 November 2015)

[15] Metode, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online, http://kbbi.web.id/ (diakses 10 Oktober 2015)


[16] Akramun Nisa, Op.cit., h. 112.


[17] Omar Muhammad at-Thaumi as-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) h. 551-552.


[18] Akramun Nisa, Op.cit., h. 146-147.


[19] Zakiah Drajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)  h. 258-268.


[20] Sodikun, Perencanaan Tujuan Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011), h. 1.


[21] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109.


[22] Akramun Nisa, Op.cit., h. 148.


[23] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136-138

[24] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.

[25] Sodikun, Op.cit., h. 4

[26] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.

[27] Akramun Nisa, Op.cit., h. 137-138.

[28] Ibid.

[29] Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Gelora Pratama, 1984), h. 38.

[30] Akramun Nisa, Op.cit., h. 149.

[31] Afdhal Ilahi, Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan  Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah, 2015), h. 8.

[32] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 182.

[33] Ibid

[34] Akramun Nisa, Op.cit., h. 150.

[35] Afdhal Ilahi, Op.cit, h. 9.

[36] Ibid.


[37] Ibid

No comments:

Post a Comment