BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Relevansi merupakan hubungan, kaitan atau berguna secara
langsung.[1] Relevansi pendidikan
dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam secara umum dapat diartikan sebagai
kesesuaian atau keselarasan pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama
Islam. Pendidikan dipandang relevan jika hasil yang diperoleh dari pendidikan
tersebut berguna dan fungsional bagi kehidupan.[2] Dalam dunia pendidikan,
metode merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini dikarenakan
sampai-tidaknya materi berdasarkan metode yang digunakan. Perlu diketahui bahwa
metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata meta yang
berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.[3] Mudahnya, metode adalah
cara melakukan sesuatu sesuai jalannya. Metode merupakan hak prerogatif seorang
pendidik. Pendidik bebas menentukan metode apa yang sesuai dengan kelas. Dengan
ini, pendidik bisa lebih leluasa dalam melakukan tugasnya. Jadi, relevansi
metode dengan faktor pendidikan agama Islam yaitu hubungan metode pendidikan
dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam.
Dewasa ini pemerintah telah mengusahakan peningkatan mutu
pada sistem pendidikan Indonesia dengan berbagai cara, mulai dari pembaharuan
kurikulum hingga pelatihan-pelatihan bagi guru. Peningkatan mutu pendidikan
sangatlah bergantung pada guru sebagai pelaku utama dalam pencapaian tujuan
pendidikan yang diharapkan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik,
maka terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran yang termasuk di dalamnya metode pengajaran. Dengan mengetahui hal
yang berhubungan di dalamnya, guru dapat menentukan metode apa yang sesuai
dengan kondisi yang ada. Karena mengetahui kondisi merupakan hal yang
substansial. Bahkan hal ini telah disampaikan dalam suatu maqolah
sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.
كَلِمُوا النَّاسَ بِقَدْرٍ عُقُولِهِمْ
“Bicaralah kepada
manusia sesuai tingkat akal (keilmuan) mereka”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, kami
telah merumuskan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, antara lain:
1.
Bagaimanakah faktor-faktor
pendidikan Islam itu?
2.
Bagaimanakah relevansi
metode dengan faktor pendidikan agama Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-faktor
Pendidikan Agama Islam.
Faktor merupakan hal yang mempengaruhi atau menyebabkan
terjadinya sesuatu.[4]
Faktor pendidikan Islam adalah sesuatu yang ikut menentukan keberhasilan
pendidikan Islam yang memiliki beberapa bagian yang saling mendukung satu sama
lainnya.[5] Adapun faktor-faktornya
menurut Zuhraini, dkk. antara lain: 1)
Anak didik, 2) Pendidik, 3) Tujuan pendidikan, 4) Alat-alat pendidikan, dan 5)
Lingkungan.[6]
1.
Anak Didik
Anak didik
merupakan individu yang mengalami perubahan dan perkembangan serta masih
memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian sebagai bagian dari
struktural proses pendidikan. Ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan
dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[7] Sementara menurut Abdul Mujib, istilah anak didik hanya dikususkan bagi
individu yang berusia kanak-kanak.[8] Dalam dunia tasawuf, anak didik
merupakan orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal
ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu.[9]
Sehingga anak didik adalah individu yang penuh dengan potensi sebagai penerus
bangsa yang diciptakan untuk dididik dan dibimbing guna membentuk
kepribadiannya, akhlaknya, pengetahuannya, agamanya, serta mengembangkan daya
imajinasinya juga bakatnya agar lebih tertata sebagai bagian dari proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan dari pendidikan yang telah ditetapkan.
2.
Pendidik
Dalam undang-undang Republik Indonesia, pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. (UU No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2)[10] Selain itu, pendidik juga bertanggung jawab
atas masa depan anak didik.
3.
Tujuan Pendidikan
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”[11]
Pendidikan
juga bertujuan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta
moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
4.
Alat-alat Pendidikan
Instrumen atau
alat berarti barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu,[12]
pendidikan berarti usaha sadar dari pendidik untuk memberikan bimbingan atau
pertolongan kepada peserta didik agar bisa menjadi insan yang dewasa dalam segi
mental.[13]
Dalam praktek pendidikan, Instrumen pendidikan adalah langkah-langkah
yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan. Jadi instrumen
pendidikan itu berupa usaha dan perbuatan yang secara konkrit dan tegas
dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar
dan berhasil.
5.
Lingkungan
Lingkungan merupakan sesuatu yang mempengaruhi pada
pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Adapun pengaruh lingkungan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu positif dan negatif yang uraiannya sebagai berikut:[14]
a.
Pengaruh lingkungan dapat
dikatakan positif, bila mana lingkungan itu dapat memberikan dorongan atau
motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik.
b.
Sebaliknya pengaruh
lingkungan dapat dikatakan negatif bila mana keadaan sekitarnya anak itu tidak
memberikan pengaruh baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan di
sekolah juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik.
Berdasarkan teori ini, orang tua diharapkan protektif
terhadap anak dalam menghadapi pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari
lingkungannya. Apabila orang tua merasa kurang mampu menjaga anaknya, suatu
keputusan yang tepat jika menyekolahkan anaknya di pondok pesantren.
B.
Relevansi Metode
Pendidikan Agama Islam
Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Atau
dalam kamus besar bahasa Indonesia bermakna cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[15] Dalam istilah pendidikan,
metode memiliki arti suatu cara atau sistem yang digunakan dalam pembelajaran
yang bertujuan agar siswa dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan
menguasai bahan pelajaran tertentu.[16] Sedangkan secara singkat,
M. Athiyah al-Abrasy mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk
memperoleh pemahaman pada peserta didik.[17]
Metode pembelajaran dalam pendidikan agama Islam harus
memiliki relevansi dengan berbagai aspek agar dapat dipandang sebagai metode
yang relevan. Adapun aspek-aspek tersebut menurut Ahmad Munjin Nasih dan Lilik
Nur Kholidah dalam Akramun Nisa antara lain: relevan dengan agama Islam,
relevan dengan perkembangan zaman, relevan dengan lingkungan siswa dan relevan
dengan tuntutan dunia kerja.[18] Selain itu, Zakiyah
Drajat mengemukakan relevansi pendidikan agama Islam dengan berbagai unsur
lainnya. Antara lain:[19]
1.
Relevansi Metode
Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Tujuan
Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan merupakan hal
yang harus dipahami terlebih dahulu oleh guru. Tujuan pendidikan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[20]
Menurut Hamzah B. Uno, berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh
para ahli. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau
penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan. Sementara itu,
Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi
mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta didik setelah
berlangsung pembelajaran.[21] Lebih lanjut dijelaskan
bahwa suatu tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil pembelajaran yang
dinyatakan dalam artian peserta didik belajar, yang secara umum mencakup
pengetahuan baru, keterampilan dan kecakapan, serta sikap-sikap yang baru, yang
diharapkan oleh guru dicapai oleh peserta didik sebagai hasil pembelajaran.
Sedangkan menurut Zakiah Drajat tujuan dari pembelajaran adalah tercapainya
perubahan pada siswa yang meliputi tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif dan
psikomotorik.[22]
Singkatnya, tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran menjadi lebih baik dari
segala aspek; afektif, psikomotorik dan kognitifnya.
Terdapat tingkatan-tingkatan
tujuan dalam Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Yaitu tujuan pendidikan
nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.[23]
a.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan umum yang hendak
dicapai oleh seluruh bangsa Indonesia dan merupakan rumusan dari kualifikasi
terbentuknya sikap warga negara yang dicita-citakan bersama.[24] Adapun tujuan pendidikan
nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) sebagai berikut:[25]
1)
Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2)
Pasal 31, ayat 5
menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai - nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
3) Dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang - Undang No. 20,
Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang
No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Dengan ditetapkannya undang-undang yang menentukan tujuan
dari pendidikan, mencerminkan sentralisasi pendidikan sebagai usaha
mempersatukan paradigma yang ada dalam masyarakat yang majemuk.
b.
Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan tujuan pendidikan yang
dirumuskan oleh lembaga pendidikan sebagai penerapan dari tujuan pendidikan
nasional dan mengacu daripadanya.[26] Tujuan institusional ini
sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu,
setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri
– sendiri. Adapun tujuan institusional dapat diketahui dalam visi dan misi yang
telah ditentukan oleh lembaga tersebut.
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam
tiap bidang studi atau mata pelajarannya.[27] Tujuan ini dijabarkan
dalam RPP yang ditentukan oleh tiap guru yang mengacu dari tujuan nasional dan
juga tujuan institusional.
d.
Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran.[28] Tujuan ini dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu:[29]
1)
Tujuan Instruksional
Umum
Tujuan instruksional umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih
umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik.
2)
Tujuan Instruksional
Khusus
Tujuan
instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum.
Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan instruksional umum
tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.
Kedua pembagian di atas saat ini dalam K13 telah disatukan
dan dimasukkan dalam RPP sehingga tujuan instruksional saat ini bersifat khusus
dan merupakan hak prerogatif dari guru dalam penentuannya.
2.
Relevansi Metode
Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Bahan Pelajaran
Dalam proses pembelajaran, tentu ada materi yang disampaikan
guru pada anak didik. Materi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai -nilai yang diharapkan dimiliki dan diamalkan oleh anak didik.[30] Bahan pembelajaran yang
baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami
materi yang sedang dipelajari.[31] Oleh sebab itu, bahan
pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:[32]
a.
Sesuai dengan topik yang
dibahas
b.
Memuat intisari atau
informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.
c.
Disampaikan dalam bentuk
kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah
dipahami.
d.
Jika ada perlu dilengkapi
contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami
isinya.
e.
Memuat gagasan yang
bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan
materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.[33]
a.
Prinsip relevansi
(keterkaitan).
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau
ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal
fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan
hafalan.
b.
Prinsip konsistensi.
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam,
maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengertian thoharoh
(bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats
dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi materi tersebut.
c.
Prinsip kecukupan
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu
siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
Metode pembelajaran pendidikan agama Islam sudah seharusnya
sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam
itu sendiri. Apabila metode yang digunakan tidak relevan dengan bahan yang akan
diajarkan maka nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim dalam pembelajaran
tidak akan tersampaikan secara maksimal. Salah sasaran dalam proses
pembelajaran karena ketidak-relevanan metode dalam pembelajaran dengan bahan
ajar merupakan hal yang fatal karena akan merubah presepsi anak didik terhadap
tujuan dari pembelajaran sehingga pembelajaran dapat menjadi sangat tidak
efektif.
3.
Relevansi Metode
Pembelajaran Pendidikan Islam dengan Siswa yang Belajar
Dalam proses pembelajaran, keberagaman dari siswa merupakan
hal yang tidak bisa dihindari. Perbedaan tersebut bisa berupa perilaku, tingkah
laku, hingga kecerdasannya. Apabila perbedaan itu sudah diketahui dengan baik,
guru tentu sanggup menyikapinya dan menentukan metode yang tepat sehingga dapat
tercapai tujuan dari pembelajaran.[34] Dalam sistem pengajaran
yang masih mengikuti sistem klasikal dimana murid dengan berbagai ragam
perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode
yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual ialah dengan metode
proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.[35] Akan tetapi, pelaksanaan
metode yang memenuhi perbedaan individu tentunya masih merupakan persoalan bagi
guru. Hal ini disebabkan oleh karena masih belum optimalnya sistem pendidikian
dan juga problematika kurangnya guru menjadikan metode ini suatu hal yang
sulit. Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai
dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka
guru bisa menggunakan metode seperti
diskusi, tanya jawab, dan simulasi.
4.
Relevansi Metode Pembelajaran
Pendidikan Islam dengan Situasi Belajar
Situasi belajar yang mencakup hal yang umum dalam kelas, seperti
guru, suasana kelas, alat bantu atau media, serta situasi lingkungan sekolah
pun mencakup di dalamnya.[36] Guru harus sanggup
mengendalikan situasi belajar sesuai kemampuan yang dimilikinya. Sebagai
contoh, metode ceramah harus mempertimbangkan jangkauan suara guru. Dengan relevannya
metode yang digunakan guru dengan situasi di tempat ia mengajar maka tujuan
dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu
juga sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang
akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak
akan terlaksana dengan baik.[37] Jadi sangat penting untuk
diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar. Tanpa metode
yang sesuai dengan situasi belajar, tujuan dari pembelajaran yakni transfer
pengetahuan dan pembentukan pribadi muslim tidak akan berjalan lancar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah disampaikan, dapat diketahui
bahwa metode harus sesuai dengan faktor-faktor pendidikan yang berupa anak
didik, pendidik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan lingkungan atau
situasi. Dengan relevannya metode pembelajaran ini diharapkan proses
pembelajaran dapat berjalan secara maksimal sehingga dapat mencapai tujuan
utama pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa ternyata metode tidak selamanya
sama. Akan tetapi harus sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi tersebut
seperti yang telah dijelaskan berupa tujuan belajar, materi, siswa dan situasi
belajar yang mana harus dipahami oleh guru secara gamblang agar tercapai
tujuan utama pendidikan.
Daftar
Pustaka
Baki, Nasir A. 2014. Metode Pembelajaran
Agama Islam. Yogyakarta: Eja_Publisher.
Drajat, Zakiah. 2001. Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ilahi, Afdhal. 2015. Relevansi Metode PAI
dengan Tujuan, Bahan Ajar, Situasi,
Siswa dan Evaluasi. Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah.
Majid,
Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Mujib, Abdul. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
Nisa,
Akramun. 2015. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Makassar:
Alauddin University Press.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Ramdoni, M. Dkk. 2013. Faktor-faktor dalam
Pendidikan Islam. Mataram: Institut Agama Islam Negeri Mataram.
Sodikun. 2011. Perencanaan Tujuan Pembelajaran
Agama Islam. Makassar: UIN Alauddin, makalah.
Soedjarwo. 1984. Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Gelora Pratama.
As-Syaibani, Omar Muhammad at-Thaumi. 1979. Falsafah
Pendidikan Islam. terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.
Uhbiyati, Nur, dkk. 1997. Ilmu Pendidikan Islam I. Bandung: Pustaka Setia.
Zuhraini, dkk. 1981. Metodik Khusus
Pendidikan Agama Islam. Malang: IAIN Sunan Ampel.
Sumber
Internet
Haryanto. Tujuan Pendidikan Nasional, http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/
(diakses 20 November 2015).
Diyuth, Mardhiyah. Relevansi Faktor
Terhadap Pendidikan Agama, http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html
(diakses 20 November 2015).
Metode. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online. http:kbbi.web.id/
(diakses 10 Oktober 2015).
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h. 1281.
[2] Akramun Nisa, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin University Press, 2015) h. 146.
[5] M. Ramdoni, dkk, Faktor-faktor dalam Pendidikan Islam. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri Mataram, 2013) h. 2.
[6] Zuhraini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Malang: IAIN Sunan Ampel, 1981) h. 28.
[7] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hal. 33.
[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.
[9] Nur Uhbiyati dkk., Ilmu Pendidikan Islam I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 123.
[10] Haryanto, Tujuan Pendidikan Nasional, http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/ (diakses 20 November 2015)
[11] Ibid.
[12]
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Op.cit., h. 36.
[13]
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2013), h. 1.
[14] Mardhiyah Diyuth, Relevansi
Faktor Terhadap Pendidikan Agama, http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html
(diakses 20 November 2015)
[15] Metode, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus Versi Online, http://kbbi.web.id/ (diakses 10 Oktober 2015)
[16] Akramun Nisa, Op.cit., h. 112.
[17] Omar Muhammad at-Thaumi as-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) h. 551-552.
[18] Akramun Nisa, Op.cit., h. 146-147.
[19] Zakiah Drajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 258-268.
[20] Sodikun, Perencanaan Tujuan Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011), h. 1.
[21] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109.
[22] Akramun Nisa, Op.cit., h. 148.
[23] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136-138
[24] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.
[25] Sodikun, Op.cit., h. 4
[26] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.
[27] Akramun Nisa, Op.cit., h. 137-138.
[28] Ibid.
[29] Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Gelora Pratama,
1984), h. 38.
[30] Akramun Nisa, Op.cit., h. 149.
[31] Afdhal Ilahi, Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau:
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah, 2015), h. 8.
[32] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 182.
[33] Ibid
[34] Akramun Nisa, Op.cit., h. 150.
[35] Afdhal Ilahi, Op.cit, h. 9.
[36] Ibid.
No comments:
Post a Comment