Saturday, February 28, 2015

Akhlak Terhadap Rasulullah

Makalah Akhlak

Alfan Faiza Rahman, dkk. Akhlak kepada Rasulullah. Sorong: STAIN Sorong. 2014.

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Jadi akhlak pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.[1]

Mengejar nilai materi saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia semakin tidak memperdulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya.[2]

Di samping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.

Pada dasarnya, utusan Tuhan (rasulullah) adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan manusia lain. Namun demikian, terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Tuhan ke atas dirinya, terdapat ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.

B.     Rumusan Masalah

Sesuai dengan pokok masalah yang dibicarakan tentang, “Akhlak Terhadap Rasulullah” maka rumusan masalah ini difokuskan pada :

  1. Apa yang dimaksud dengan akhlak itu ?
  2. Apa yang melatar-belakangi berakhlak kepada Rasulullah ?
  3. Bagaimana cara berakhlak kepada Rasulullah itu ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlak

Sebelum melangkah lebih jauh membahas masalah akhlak terhadap Rasulullah, seyogyanya perlu dimengerti terlebih dahulu tentang definisi Ilmu Akhlak itu.

Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya khuluqun (خلق) yang diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalkun (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq (خالق) yang berarti pencipta dan makhluk (مخلوق ) yang berarti diciptakan.[3]

Secara terminologi, akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat berupa perbuatan baik, atau perbuatan buruk yang tercela sesuai dengan pembinaannya.[4]

Akhlak pada hakikatnya ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.

 

 

B.     Akhlak Rasulullah

Untuk meneladani dan mengikuti Rasulullah Saw., kita terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana Beliau dalam kehidupannya. Maka pada kali ini, mari kita sedikit mengingat kembali tentang keagungan pribadi dan akhlak Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pribadi Rasulullah Saw. adalah pribadi yang sangat agung, yang menjunjung tinggi akhlak mulia. Akhlak Beliau memadukan antara pemenuhan terhadap hak Allah, sebagai Rabbnya dan penghargaan kepada sesama manusia.

Rasulullah Saw. adalah seorang hamba yang banyak sekali bersyukur kepada Allah Swt. atas nikmat-nikmat-Nya dan sering bertaubat dan beristigfar. Beliau juga sangat takut terhadap murka Allah Swt. Jika beliau melihat gumpalan awan, terlihat di wajah Beliau isyarat seakan tidak suka. Aisyah r.a pernah menanyakan hal tersebut, “Wahai Rasulullah ! orang-orang umumnya senang melihat gumpalan awan karena berharap guyuran hujan, sementara engkau terlihat tidak suka.” Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai Aisyah! Adakah yang memberi jaminan kepadaku bahwa tidak ada adzab dibalik awan itu? Karena ada juga kaum yang diadzab dengan menggunakan angin”.[5]

Rasulullah Saw. juga seorang yang sangat lembut dan tidak tergesa-gesa. Beliau tidak pernah memukul siapapun dengan tangan Beliau, meskipun seorang budak, kecuali dalam kondisi jihad fi sabilillah.[6]

Betapa tinggi serta mulia akhlak Rasulullah Saw., sehingga Allah Swt. memuji dalam Al-Qur’an :

y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs. al-Qalam: 4).[7]

Rasulullah Saw. orang yang paling agung, paling mulia dan paling luhur akhlaknya. Beliau tidak pernah melakukan perbuatan nista, tidak pernah mencela dan beliau bukanlah tipe orang yang suka malaknat.

Akhlak mulia Rasulullah Saw. berikutnya adalah Beliau sangat zuhud terhadap dunia, padahal Beliau Rasulullah, utusan Allah Swt., Rabb yang maha kaya. Jika Beliau menginginkan dunia, maka pasti Beliau bisa mendapatkannya, namun Beliau tidak menginginkannya.

Ketika Rasulullah Saw. diberikan pilihan antara hidup di dunia semaunya ataukan menemui Rabbnya, Beliau memilih untuk menemui Rabbnya. Beliau meninggalkan dunia ini tanpa meninggalkan harta warisan berupa emas, perak maupun binatang ternak. Rasulullah Saw. hanya meninggalkan senjata dan baju besi Beliau yang digadaikan kepada seorang Yahudi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.[8]

C.    Dasar Pemikiran Akhlak Terhadap Rasulullah

Berakhlak kepada Rasulullah perlu dilakukan atas dasar pemikiran sebagai berikut:

1.      Rasulullah SAW sangat besar jasanya dalam menyelamatkan kehidupan manusia dari kehancuran. Berkenaan dengan tugas ini, beliau telah mengalami penderitaan lahir batin, namun semua itu diterima dengan ridha.

2.      Rasulullah SAW sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia. Pembinaan ini dilakukan dengan memberikan contoh tauladan yang baik. Allah berfirman:

ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Qs. Al-Ahzab ayat 21)[9]

3.      Rasulullah SAW berjasa dalam mejelaskan al-Qur’an kepada manusia, sehingga menjadi jelas dan mudah dilaksanakan. Penjelasan itu terdapat dalam haditsnya. Firman Allah SWT:

uqèd Ï%©!$# y]yèt Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Qs. Al-Jumu’ah ayat 2)[10]

4.      Rasulullah SAW telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajaran yang sangat mulia dalam berbagai bidang kehidupan.

5.      Rasulullah SAW telah memberikan contoh model masyarakat yang sesuai dengan tuntunan agama, yaitu masyarakat yang Beliau bangun di Madinah.[11]

 

 

D.    Cara Berakhlak Kepada Rasulallah

Banyak cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Mengikuti dan Mentaati Rasulullah SAW

Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul-Nya ke dalam derajat yang tinggi dan mulia.

Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw., Allah akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan. Hal tersebut wajar saja, karena Rasulullah Saw diutus memang untuk ditaati, Allah SWT berfirman:

!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ žwÎ) tí$sÜãÏ9 ÂcøŒÎ*Î «!$# 4 öqs9ur öNßg¯Rr& ŒÎ) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqߧ9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\#§qs? $VJŠÏm§ ÇÏÍÈ  

Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. An-Nisaa’ ayat 64)[12]

Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan.

 

 

2.      Mencintai dan Memuliakan Rasulullah

Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasulullah adalah dengan mencintai Beliau.

Nabi Muhammad SAW, bersabda:

لايؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس أجمعين

Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari Muslim).

3.      Memperbanyak Bacaan Sholawat Kepada Rasulullah

Mengucapkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai tanda ucapan terima kasih dan sukses dalam perjuangannya. Secara harfiyah, sholawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Sedangkan maknawiyah menurut para mufasirin mereka menyebutkan shalawat adalah pujian kepada nabi.[13]

Rasulullah Saw. dalam sabdanya menyatakan sebagai berikut:

البخيل من ذكرت عنده فلم يصلّ علىّ

Artinya: Orang yang kikir ialah orang yang menyebut namaku di dekatnya, tetapi ia tidak bersholawat kepadaku. (H.R Ahmad)

من صلّى علىّ صلاة صلّى الله عليه بها عشرا

Artinya: Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali sholawat. (H.R Ahmad)

إنّ اولى النّاس بى يوم القيامة اكثرهم عليّ صلاة

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat, ialah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku. (H.R Turmudzi)

4.      Mencontoh Akhlak Rasulullah.

 Jika Rasulullah bersikap kasih sayang, keras dalam memperthankan prinsip, dan seterusnya maka umatnya juga semestinya demikian. Allah berfirman:

Ó£JptC ãAqߧ «!$# 4 tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t ( öNßg1ts? $Yè©.â #Y£Úß tbqäótGö6tƒ WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur (

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, …” (Qs. Al-Fath ayat 29)[14]

5.      Melanjutkan Misi Rasulullah.

Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul.

Kendati demikian, dalam menyampaikannya harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka” (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).

 

6.      Menghormati Pewaris Rasul

Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.

Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.

7.      Menghidupkan Sunnah Rasul

Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta, tetapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak tersesat.

Demikian beberapa hal yang harus kita lakukan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw. dan bisa mendapatkan syafaatnya di hari akhir besok.[15]


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sudah bukan pengetahuan baru lagi bahwa Rasulullah Saw. merupakan manusia yang paling sempurna. Kita sebagai umatnya tentu haruslah meneladani kisah-kisahnya dan meniru akhlak-perbuatannya.

Salah satu cara meneladaninya ialah dengan cara menjaga kerukunan antar sesama umat Islam, berbakti pada orang tua, menghormati sesama manusia, bahkan binatang pun seharusnya dihargai.

Mempelajari akhlak dari Rasulullah Saw, tentu tidak cukup hanya dengan sebuah karya tulis ilmiyah, namun perlu dipelajari dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan meneladani dan mengikuti segala tuntunan beliau, Insya Allah tatanan hidup bisa lebih tertib dan nyaman.


 

Daftar Pustaka

Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Al Hapidz, Bang. Akhlak Terhadap Rasulullah. Blog Pendidikan Islam dan Sejarahnya. http://hapidzcs.blogspot.in/2011/12/akhlak-kepada-rasulullah.html (diakses 28 November 2014)

al-Jazairy, Abu Bakar Jabir. Pedoman dan Program Hidup Muslim. Semarang: Toha Putra, 1984.

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.

Khutbah Jumat.com. Akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. http://khotbahjumat.com/akhlak-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam (diakses 3 Desember 2014)

Mansyur, Moh. Akidah Akhlak II. Jakarta: Penerbit Ditjen Binbaga Islam, 1997.

Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Syafi’I, Imam. Shalawat Nabi, http://kajianummat.blogspot.com/2012/04/shalawat-nabi-pengertian-shalawat-nabi.html (diakses 28 November)



[1]  Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1-3.

[2]  A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 16-17.

[3] Asmaran, ibid.

[4] Bang Al Hapidz, Akhlak Terhadap Rasulullah, Blog Pendidikan Islam dan Sejarahnya, http://hapidzcs.blogspot.in/2011/12/akhlak-kepada-rasulullah.html (diakses 28 November 2014)

[5] Bang Al Hapidz, ibid.

[6] Khutbah Jumat.com, Akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, http://khotbahjumat.com/akhlak-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam (diakses 3 Desember 2014)

[7] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 286.

[8] Khutbah Jumat.com, ibid.

[9] Kementrian Agama RI, op.cit., h. 595.

[10] Kementrian Agama RI, op.cit., h. 808.

[11] Moh. Mansyur, Akidah Akhlak II, (Jakarta: Penerbit Ditjen Binbaga Islam, 1997), h. 176.

[12] Kementrian Agama RI, op.cit., h. 115.

[13] Imam Syafi’I, Shalawat Nabi, http://kajianummat.blogspot.com/2012/04/shalawat-nabi-pengertian-shalawat-nabi.html (diakses 28 November)

[14] Kementrian Agama RI, op.cit., h. 742.

[15] Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Pedoman dan Program Hidup Muslim, (Semarang: Toha Putra, 1984), h. 48.

No comments:

Post a Comment